SUMBAWA BARAT – Para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terkhusus di Wilayah Lingkar Tambang sangat takut jika PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PT. Amman Mineral) ditutup.
Hal ini terkait dengan aksi yang dilakukan Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tambang (Amanat) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) di Sumbawa Barat dan Jakarta dalam beberapa bulan terakhir dengan tutuntan operasional PT Amman Mineral Nusatenggara (AMNT) ditutup karena diduga melanggar HAM.
Kepada media, Ibu Sri salah satu pedagang buah yang berada di Kecamatan Maluk sangat merasakan manfaat dengan keberadaan PT. Amman Mineral ini. Ia mengatakan, banyak karyawan PT. Amman Mineral yang berbelanja di tempatnya berdagang itu.
“Alhamdulillah pak..., jualan saya tetap di beli para karyawan ketika mereka pulang bekerja, sehingga pendapatan saya lebih meningkat, ” kata Sri, Selasa (27/12/2022) malam.
Menurutnya, dengan keberadaan perusahaan tambang terbesar ke-2 di Indonesia itu, mampu meningkatkan perekonomian para pelaku UMKM baik itu pedagang buah, pedagang nasi, pedagang lalapan dan pedagang kecil lainnya yang berada di sana.
Sri menceritakan, bahwa di tahun 2021 hingga 2022 lalu, penghasilannya sempat tidak ada dan bahkan rugi karena di landa pandemi Covid-19. Akan tetapi dirinya masih mampu bertahan karena anak-anaknya saat itu masih bekerja di subkon PT. Amman Mineral.
“Waktu pandemi itu saya tidak jualan pak, karena tidak ada pembeli dan PT. Amman Mineral mengkarantinakan karyawannya. Akan tetapi kami dan keluarga masih mampu bertahan karena anak saya ada yang kerja di sana, ” ujarnya.
Belakangan ini, kata Sri, dirinya mengetahui adanya aksi yang di lakukan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dimana mereka menginginkan agar PT. Amman Mineral di tutup. Dengan suara lantang ia mengatakan tidak menginginkan jika perusahaan tersebut di tutup
Sri menjelaskan, jika PT. Amman Mineral di tutup, berarti pembeli buahnya akan berkurang bahkan tidak ada sehingga dapat menyebabkan ia merugi dan bangkrut. Apalagi dengan ditutupnya perusahaan itu, otomatis anak-anaknya tidak bekerja lagi dan menjadi pengangguran sehingga perekonomian keluarganya tidak akan meningkat lagi bahkan dapat terkuras.
“Saya tidak mau jika PT. Amman Mineral di tutup pak. Berkaca waktu pandemi saja saya hampir bangkrut karena tidak adanya perputaran ekonomi disini, untung ada anak saya yang kerja disana menopang, apalagi nanti jika ditutup, mungkin saya gulung tikar karena maluk akan jadi kota mati dan menyebabkan banyak pengangguran di sini pak, ” tukas Sri.
Baca juga:
Birokrasi di Era 4.0 Tantang ASN Berkualitas
|
Senada dengan Sri, Retno selaku pedagang Lalapan yang berada di wilayah maluk juga tidak menginginkan jika PT. Amman Mineral di tutup karena tidak akan ada lagi perputaran ekonomi sehingga maluk akan menjadi kota mati kembali.
“Paska Pandemi Covid-19, di Maluk ini perekonomian sudah mulai tumbuh pak, hal itu dapat saya rasakan karena banyak orang-orang dan karyawan yang makan di tempat saya baik pagi hari hingga saat karyawan pulang kerja sehingga sangat berdampak dengan peningkatan perekonomian saya dan keluarga pak, ” jelas Retno.
Ia mengungkapkan, bahwa saat ini dirinya merupakan tulang punggung keluarga dan masih menanggung cicilan uang perbankan yang di ambil sebagai modal dari usaha lalapan yang dibukanya tersebut.
“Saya ini tulang punggung keluarga, uang bank saya tetap bayar, keluarga tetap saya nafkahi. Kalau saya tidak jualan karena sepi pembeli akibat perusahaan ditutup, bagaimana nasib saya dan keluarga. Jadi saya mohon jangan sampai tambang ini ditutup pak, ” ujarnya.
Tak hanya ke-2 pedagang tersebut. Johan selaku penjual martabak juga sangat merasakan dampak dengan adanya PT. Amman Mineral, dimana dagangannya banyak di beli oleh para karyawan perusahaan tersebut.
“Saya tidak setuju jika tambang ini ditutup, karena dagangan martabak saya ini banyak di beli karyawan PT. Amman Mineral pak. Kalau di tutup bagaimana nasip saya pak, saya ada anak istri untuk di nafkahi, ” pungkasnya.(sn01)